Sejarah Desa
PraKata
Apabila kita akan menelusuri suatu wilayah, yang menurut bahasa sastra “Tambo” (sejarah setempat), maka kita tidak dapat meninggalkan cerita riwayat turun temurun. Yang pada masa itu disebut kitab TURKI (Pituture Sikaki). Kitab tersebut berisi adat naluri keadaan alam lingkungan dan keadaan perikehidupan masyarakat setempat. Keadaan alam linhgkungan termasuk nama atau sebutan suatu wilayah atau blok ( grumbul ) dari wilayah tersebut antara lain nama grumbul atau nama desa. Adapun untuk keadaan perikehidupan masyarakat telah tercantum dalam aturan turun temurun yang sangat dipercaya oleh masyarakat setempat.Dalam bahasa sastra atau sejarah disebut Konvensi yaitu aturan perikehidupan masyarakat di suatu wilayah yang tidak tertulis, namun kepercayaan tersebut masih dilaksankan masyarakat sampai sekarang.
Kedunggede, 24 September 2014
Sebernarnya untuk sebutan nama suatu wilayah desa timbul secara tahap demi tahap. Disini kami paparkan semenjakpermulaan abad ke 18 masehi , dimana wilayah kita dengan sebutan Kabupaten Banyumas mulai berdiri wilayah-wilayah desa termasuk desa kita ini.Ketepatan jangka waktu kapan sebutan – sebutan untuk masing-masing desa tidak mungkin tepat kita mengetahui.
Yang penting kita akan berusaha membuka tabir riwayat nama (sebutan) desa kita tersebut. Di dalam prakata telah disebutkan bahwa keadaan suatu wilayah atau desa dapat ditelusuri dari cerita turun temurun dari nenek moyang kita dahulu. Dimana nenek moyang kita memberi nama suatu tempat ( desa) atau suatu tempat (blok) di dalam desa disesuaikan dengan hal-hal yang menonjol di tempat tesebut.
Sejak dahulu kala desa kita mempunyai alam lingkungan yang penuh dengan corak ataupun keadaan yang berbeda-beda. Dimana sebelah barat desa kita terbelah oleh sungai yang menjadi penopang dari kehidupan para petani untuk pengairan. Menurut cerita dari nenek moyang secara turun temurun bahwa sungai tersebut banyak terdapat kedung-kedung yang cukup besar dan dalam, antara lain Kedung Bunder, Kedung Dawa, Kedung Lesung dan Kedung Cangkring.Kedung-kedung tersebut pada waktu permulaan abad ke 19 keadaannya masih sesuai dengan sebutannya yaitu masih besar dan dalam.Namun sekarang kita mengetahui semua keadaannya sudah berubah karena perubahan alam. Oleh karena itu sesuai dengan keadaan alam lingkungan maka desa kita disebut oleh nenek moyang kita dengan sebutan KEDUNGGEDE.
Untuk melengkapi sejarah desa kedunggede kami berusaha meriwayatkan desa kedunggede pada masa lalu di mana pada waktu itu masih dibawah kekuasaan bangsa Belanda.Pada waktu itu desa Kedunggede masih terbagi dua yaitu desa Karang gandul yang letaknya sebelah timur dan desa Kedunggede di sebelah barat. Kedua desa tersebut dibatasi oleh sebuah gegalun yang berupa tanaman bamboo yang apabila ditarik garis dari sebelah utara tepatnya persis di jembatan Kali Abang ke selatan sampai dengan perbatasan desa Karangrau.
Desa Karang Gandul dahulu (pada masa akhir abad 19) dipimpin oleh seorang Lurah yaitu Mbah Mertasentana yang menurut parasesepuh desa letaknya di wilayah RT 01 RW 02 tepatnya di tempat tinggal keluarga Ny Sukarsih sekarang. Dan untuk desa Kedunggede pada masa itu di pimpin oleh Eyang Karya Yasa yang tempat tinggalnya di wilayah RT 01 RW 05 sekarang tepatnya di tempat tinggal keluarga Pak Mustopo atau Pak Kasno sekarang. Selanjutnya Eyang Karya Yasa menurunkan Mbah Carik Putri sepuh seturun temurunnya.
SElanjutnya karena perubahan jaman pemerintah Governemen (separuh penjajah dan separuh Indonesia) mengadakan regrouping ( penggabungan ) desa-desa yang terdiri dari dua desa digabung menjadi satu. Kemungkinan hal ini dilaksanakan juga untuk seluruh nusantara pada masa itu. Untuk wilayah Asisten wedana Banyumas ( kantor kecamatam sekarang ) juga dilaksanakan penggabungan desa-desa. Khusus desa Kedunggede dan desa Karanggandul digabung menjadi satu dengan nama desa KEDUNGGEDE. Penggabungan ini terjadi pada tahun 1915 yang pada masa itu diadakan pemilihan kepala desa dan yang terpilih adalah Mbah Lurah H. Asnan Redja, dengan demikian Mbah H. Asnan Redja adalah lurah pertama setelah penggabungan dua desa. Beliau menjadi Lurah desa Kedunggede sampai dengan 1930. Kemudia pada tahun tersebut langsung diadakan pemilihan kepala desa yang menurut ceritanya diikuti oleh 5 calon dan yang terpilih adalah Mbah Wirya Medja.Untuk menambah wawasan kepada generasi muda disini juga kami selipkan sedikit mengenai riwayat orang nomor dua di desa yaitu jabatan Carik. Dimana pejabat carik ini tergolong unik juga kalau boleh dikatakan istimewa karena menjabat sebagai carik di desa Langgeran ( sekarang Pasinggangan ) hingga menjabat carik sebanyak 3 kepala desa di desa Kedunggede yang dimulai dari Mbah Lurah H, Asan Redja, Mbah Wirya Medja dan Mbah Karya Redja, sehingga Mbah Wirya Redja menjabat sebagai carik selama kurang lebih 60 tahun, terhitung dari menjabat carik di desa Langgeran.
Selanjutnya Mbah Wirya Medja menjabat sebagai Lurah di desa Kedunggede dari tahun 1930-1946. Kita ketahui bersama Negara kita memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945 otomatis semua kekuasaan pemerintah pindah dari tangan penjajah kepada bangsa Indonesia maka pada tahun 1946 pemerintah transisi Republik Indonesia mengeluarkan aturan yang bersifat kedaulatan. Yang isinya bahwa semua lurah (kepala desa) bentukan kolonial Belanda diberhentikan, kemungkinan berlaku untuk semua wilayah nusantara. Dengan catatan bahwa mantan lurah dapat mengikuti kompetisi lagi. Kebetulan Mbah Wirya Medja tidak mau maju lagi (pensiun) dengan keputusan rebug desa diberi hak pension berupa tanah bengkok seluas 1 bau seumur hidup. Namun seiring dengan berjalannya waktu status pension seumur hidup dicabut pada tahun 1975 semasa pemerintahan bapak Suwito.
Kita kembali lagi pada masa pemilihan kepala desa pada tahun 1946 yang pada waktu itu diikuti oleh 6 calon kepala desa dan hasilnya Mbah Karya Redja yang memenangkan kompetisi tersebut. Mbah Karya redja memimpin desa Kedunggede sampai dengan November 1974 karena meninggal. Dan pada tahun 1975 diadakan pemilihan kepala desa yang diikuti oleh 5 kontestan dan yang terpilih bapak Suwito.Pada masa pemerintahannyalah desa Kedunggede memperoleh beberapa kejuaraan diantaranya Juara 1 pelaksanaan PKK tingkat Propinsi Jawa Tengah.Juara 3 lomba desa tingakat Propinsi Jawa Tengah. Pada masa pemerintahannyalah, pemerintah mengeluarkan UU No 5 tahun 1979 tentang Pemerintah Desa, dimana salah satunya adalah bahwa masa bakti kepala desa selama 8 tahun sejak menerima SK. Apabila dihitung bapak Suwito mendapat bonus selama 6 tahun bila dihitung sebelum keluarnya UU No 5 tahun 1979. Setelah menjabat selama 8 tahun menurut UU No 5 tahun 1979, maka pada pertengahan tahun 1989 bapak Suwito habis masa jabatannya. Untuk mengisi kekosongan kepala desa maka diangkat yang melaksanakan tugas (ymt) sekdes setempat. Kemudian pada permulaan tahun 1990 diselenggarakan pemilihan kades yang diikuti oleh 2 orang calon yaitu bapak Suwito sebagai mantan kades denganbapak Saliman Al Riyanto. Dan sebagai pemenangnya adalah bapak Riyanto.Disayangkan bahwa pejabat kades yang baru hanya melaksanakan masa bakti selama kurang lebih 4 tahun karena melaksanakan tugasnya kurang sesuai dengan fungsinya sebagai kades sehingga diberhentikan dengann hormat oleh Bupati Banyumas serta tetap mendapatkan hak pension berupa tanah bengkok sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk mengisi kekosongan jabatan Kades, Bupati KDH mengangkat seorang karyawan Kecamatan Banyumas atas nama bapakDaliman.
Pada tahun 1997 diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 3 calon yaitu bapak Suwito, Ny Yantini dan Ny Suryaningsih. Dan yang terpilih adalah bapak Suwito. Pada tanggal 13 Januari 2006 habis masa jabatannya dan bersama dengan 2 orang perangkat desa yaitu pejabat sekdes atas nama bapak Pujo dan Kaur Pemerintahan atas nama bapak Wirya Redja Salikin.
Untuk mengisi kekosongan Kades ditunjuk bapak Sudiyono pejabat pembantu Kaur Pemerintahan, selanjutnya kurang lebih 1 tahun kemudian diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 4 calon Kades yaitu bapak Budi Iswanto, Bapak Sabarudin, bapak Nawin dan ibu Yantini dan yang terpilih menjadi Kepala desa adalah bapak Budi Iswanto. Pada masa jabatan Kades atas nama bapak Budi Iswanto masa bakti Kades dirubah menjadi 6 tahunsejak tahun 2007 – 2013.
Pada tahun 2013 diadakan pemilihan Kepala Desa yang diikuti oleh 2 calon yaitu bapak Budi Iswanto dan bapak Sabarudin yang dimenangkan oleh bapak Sabarudin yang memperoleh suara sebanyak 1098 suara dan bapak Budi Iswanto memperoleh 866 suara. Masing-masing pejabat Kades di atas semua membawa dampak positif bagi kemajuan dan perkembangan desa serta masyarakatnya hanya masing-masing dibedakan oleh kurun waktu masa menjabatnya.
Sampai dengan riwayat (sejarah) desa Kedunggede ini disusun dengan sangat sederhana yang menjabat Kades adalah bapak Sabarudin dan dari beliaulah ide riwayat ini dimunculkan dan kami sangat mendukung ide ini sebab sangat berguna bagi para penerus pada masa yang akan datang. Wallahu alam bi showab, Aamiiin…Aamiin ya Robalalamin.
SKEMA PARA PEJABAT KEPALA DESA KEDUNGGEDE KEC. BANYUMAS, KAB. BANYUMAS DARI WAKTU KE WAKTU
KARYA YASA
(tidak jelas sejak kapan diangkat menjadi Kades)
H.ASAN REDJA
1915-1930
WIRYA MEDJA
1930-1946
KARYA REDJA
1946-1974
SUWITO
1975-1989
RIYANTO
1990-1994
SUWITO
1998-2005
BUDI ISWANTO
2007-2013
SABARUDIN
2013-sekarang
Hasil Karya Kepala Desa Kedunggede dalam menjalankan pemerintahannya :
- Bp Wirya redja
Menggabungkan desa Karanggandul dengan desa Kedunggede
- Bp. Karya Redja
Membuat lumbung padi
- Bp. Suwito
- Membuat kantor desa dan aula
- Membangun jembatan antara kedunggede dengan Pakunden
- Juara 3 Lomba Desa TK Propinsi
- Juara 1 lomba PKK TK Propinsi
- Bp. Riyanto
Membuat Lapangan desa
- Bp. Sabarudin
- Membuat Kantor Desa Baru
- Membuat Lapangan Desa Baru
- Peningkatan jalan desa
- Menyusun sejarah desa Kedunggede